Selamat datang di official website TK 17 Teladan Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang

Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara Pada Anak Usia Dini

 tk17teladan.sch.id - Pendidikan adalah sesuatu yang universal dan berlangsung terus dan tak terputus dari generasi ke genarasi di manapun di dunia ini. pendidikan itu diselenggarakan sesuai dengan  pandangan hidup dan dalam latar sosial-kebudayaan setiap masyarakat tertentu. Keberhasilan anak usia dini dalam pendidikan sangat bergantung pada orang dewasa, yaitu orang tua dan guru. Sesuai dengan pengertian pendidikan anak usia dini yang tercantum dalam UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Butir 14 yang menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pernyataan tersebut menguatkan pemahaman bahwa anak usia dini sangat membutuhkan seorang "pembina" untuk tumbuh dan berkembang.

Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara Pada Anak Usia Dini
Ki Hajar Dewantara

Kenyataannya pendidikan bagi anak usia dini saat ini hanya diselenggarakan untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya saja dan menjauhkan anak dari situasi budaya yang mengelilinginya. Hampir semua lembaga pendidikan anak usia dini menjadikan belajar menulis, membaca dan berhitung sebagai kegiatan inti. Orang tua dan guru seakan memaksakan harapan anak kepada anak untuk menjadi pintar secara akademik dan melupakan kodrat anak untuk tumbuh serta berkembang secara alami.

Ki Hajar Dewantara, seorang tokoh pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan masa peka atau masa penting bagi kehidupan anak, dimana pada masa tersebut masa terbukanya jiwa anak sehingga segala pengalaman yang diterima anak pada masa usia di bawah tujuh tahun akan menjadi dasar jiwa yang menetap, sehingga pentingnya pendidikan di dalam masa peka bertujuan menambah isi jiwa bukan merubah dasar jiwa. Lebih lanjut, Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan yang diselenggarakan untuk anak usia dini adalah pendidikan yang membebaskan selama tidak ada bahaya yang mengancam.

Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Indria (sebutan lain dari Taman Kanak-kanak) di Yogyakarta sebagai langkah awal dalam perjuangannya menciptakan bangsa yang merdeka setelah lama berkecimpung melalui dunia jurnalistik. Saat ini Taman Indria sudah menyebar di hampir seluruh wilayah Indonesia termasuk di Jakarta. Tidak hanya taman indria, namun jenjang berikutnya juga didirikan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu, taman muda (SD), taman dewasa (SMP), Taman Madya (SMA). Seluruh jenjang ini masuk dalam sekolah yang disebut Perguruan Taman Siswa. Sayangnya, seiring berjalannya waktu ajaran Ki Hajar Dewantara pun mulai luntur, kalimat terkenal "Tut Wuri Handayani" pun tampaknya mulai hilang dari dunia pendidikan nasional, padahal tutwuri handayani dijadikan sebagai semboyan pendidikan bangsa Indonesia. Guru-guru hanya mampu menyebutkan tanpa mampu menjelaskan apa makna dari kalimat tersebut.

Proses Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ki Hajar Dewantara

Dipengaruhi pemikiran Frobel pada anak yang diatur secara tertib dan pemikiran Montessori yang membebaskan anak-anak seakanakan secara tak terbatas, maka Ki Hajar Dewantara merumuskan sebuah semboyan "Tut Wuri Handayani" yakni memberi kebebasan yang luas selama tidak ada bahaya yang mengancam kanak-kanak. Inilah sikap yang terkenal dalam hidup kebudayaan bangsa kita sebagai sistem "among".

Pendidikan anak usia dini berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara didasarkan pada pola pengasuhan yang berasal dari kata "asuh" artinya memimpin, mengelola, membimbing. Pendidikan dilaksanakan dengan memberi contoh teladan, memberi semangat dan mendorong anak untuk berkembang (Sujiono, 2009). Pemikiran ini sesuai dengan pernyataan Bandura, bahwa anak mengobservasi perilaku orang dewasa dan menirunya. Lebih lanjut teori kognitif sosial Bandura menyatakan bahwa perilaku, lingkungan dan orang atau kognisi merupakan faktor penting di dalam perkembangan. Perilaku dapat mempengaruhi individu dan sebaliknya individu tersebut dapat mempengaruhi lingkungan, lingkungan mempengaruhi seseorang dan seterusnya. Oleh sebab itu, keteladanan mutlak dibutuhkan oleh anak-anak, Ki Hajar Dewantara menyebutnya Ing Ngarsa Sung Tulada, dimana guru harus menjadi teladan untuk anak didiknya.

Teori yang mendukung pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah teori Rousseau, yaitu orang dewasa berperan sebagai pendidik dengan dukungan (support) kepada anak untuk dapat berkembang secara alami. Elkind juga percaya bahwa anak-anak membutuhkan dukungan yang kuat untuk bermain dan kegiatan yang dipilihnya sendiri dengan tujuan untuk dapat bertahan dalam stres yang ada sekarang dalam lingkungan anak (Soemiarti, 2003). Dukungan yang diberikan dapat berupa motivasi dan penyediaan media belajar. Dalam sistem among, hal ini disebut sebagai Ing Madya Mangun Karsa. Jadi, kebebasan yang diberikan pada anak usia dini sesungguhnya memerlukan bimbingan yang bersifat keteladanan sebagai bentuk perwujudan kepemimpinan orang dewasa dan membutuhkan dorongan atau motivasi orang dewasa kepada anak dalam menjalani proses hidupnya secara alami yaitu ketika anak bermain atau kegiatan-kegiatan yang diminati anak.

Proses pembelajaran yang dilakukan Ki Hajar Dewantara kepada anak usia dini dilakukan dengan pendekatan budaya yang ada dilingkungan anak-anak. Menurutnya untuk menyempurnakan perkembangan budipekerti anak-anak jangan dilupakan dasar "Bhinneka Tunggal Ika", yaitu mementingkan segala unsur-unsur kebudayaan yang baik-baik dimasing-masing daerah kanak-kanak sendiri, dengan maksud pada tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi melaksanakan "konvergensi" seperlunya, menuju kearah persatuan kebudayaan Indonesia secara evolusi sesuai dengan alam dan jaman (Ki Hajar Dewantara, 1977). Ki Hajar Dewantara membentuk sistem pendidikan yang bersumber pada kebudayaan sendiri dan kepercayaan atas kekuatan sendiri untuk tumbuh.

Pendekatan budaya yang digunakan Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan anak usia dini adalah dengan melalui permainan, nyanyian, dongeng, olaraga, sandiwara, bahasa, seni, agama dan lingkungan alam. Sejalan dengan teori Bronfenbrenner yang mangatakan bahwa perkembangan anak yang dipengaruhi oleh konteks mikrosistem (keluarga, sekolah dan teman sebaya), konteks mesosistem (hubungan keluarga dan sekolah, sekolah dengan sebaya dan sebaya dengan individu), konteks ekosistem (latar sosial orang tua dan kebijakan pemerintah) dan konteks makrosistem (pengaruh lingkungan budaya, norma, agama, dan lingkungan sosial di mana anak dibesarkan.

Ki Hajar Dewantara juga menyatakan bahwa mendidik anak kecil itu bukan atau belum memberi pengetahuan akan tetapi baru berusaha akan sempurnanya rasa pikiran. Adapun segala tenaga dan tingkah laku itu sebenarnya besar pengaruhnya bagi hidup batin; juga hidup batin itu berpengaruh besar atas tingkah laku lahir. Jalan perantaranya didikan lahir ke dalam batin yaitu panca indera. Maka dari itu latihan panca indera merupakan pekerjaan lahir untuk mendidik batin (pikiran, rasa, kemauan, nafsu dll).

Proses pembelajaran pada anak usia dini menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara berlangsung secara alamiah dan membebaskan. Namun dalam kebebasannya tersebut terdapat tuntunan dan bimbingan dari pendidik kepada anak yang bersumber pada kebudayaan lingkungan anak, dimana nilai budi pekerti, nilai seni, nilai budaya, kecerdasan, ketrampilan dan agama yang menjadi kekuatan diri anak untuk tumbuh berkembang melalui panca inderanya. Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan seharihari yang mengelilingi kehidupan si anak seperti nyanyian, permainan, dongeng, alam sekitar dan sebagainya.

Sumber : Jurnal Pendidikan Usia Dini Volume 7 Edisi 2, November 2013

Silahkan tinggalkan komentar Anda di bawah ini :

0 Komentar