Selamat datang di official website TK 17 Teladan Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang

Pentingnya Menanamkan Nilai-Nilai Dasar Humanis Religius Anak Usia Dini

 tk17teladan.sch.id - Bangsa Indonesia saat sekarang sedang galau menghadapi fenomena sosial negatif akibat perubahan gaya hidup, tata cara pergaulan, perubahan sistem kemasyarakatan, dan hal-hal lain yang mudah memicu terjadinya masalah sosial yang muncul disegala bidang. Tindakan demoralisasi tersebut sangat mungkin bersumber dari kualitas akhlak dan perilaku individu atau kelompok manusia yang rendah dan rusak akibat yang bersangkutan saat masih usia dini tidak atau kurang mendapat pendidikan nilai melalui penanaman nilai-nilai dasar humanis religius.

Pentingnya Menanamkan Nilai-Nilai Dasar Humanis Religius Anak Usia Dini

Secara empiris manusia yang ketika kanak-kanak cukup mendapatkan penanaman nilai-nilai dasar humanis religius dan keteladan perilaku yang baik dari orang tua/orang dewasa, kepribadiannya cenderung menjadi lebih baik. Sebaliknya manusia yang ketika masih kanak-kanak kurang mendapatkan keteladan perilaku yang baik dari orang tua/orang dewasa, kepribadiannya cenderung menjadi kurang baik, dalam bentuk melakukan tindakan sosial menyimpang. Sumber penyimpangannya banyak berkaitan dengan krisis moral spiritual dari yang bersangkutan yang terbangun sejak ia masih kanak-kanak.

Menurut kajian rumpun keilmuan pendidikan yang tertuang dalam Nation Association for The Education of Young Children (NAEYC), Bredekamp (1987) menjelaskan anak berusia 0-8 tahun, teridiri dari: Infant (0-1 tahun); Toddler (2-3 tahun); Preschool/Kindergarten Children (3-6 tahun); Early Primary School (6-8 tahun). Pengertian dan batasan usia tersebut sering digunakan untuk merujuk anak yang belum mencapai usia sekolah, kemudian bagi masya-rakat dipergunakan sebagai dasar menentukan tipe sekolah.

Masa usia dini merupakan masa kanak-kanak yang identik dengan masa spesial tum-buh dan berkembang (Sudjud, 1998, p.17). Wujud pertumbuhan adalah perubahan fisik dari kecil menjadi besar, wujud perkembang-an dari belum mengetahui apa-apa menjadi mengetahui berbagai hal, belum dapat berbi-cara dengan bahasa tertentu menjadi dapat berbicara dengan bahasa tertentu. Sochiler dan Spenser (Martuti, 2008, p.3) menjelaskan bah-wa perkembangan bahasa anak usia dini sangat menakjubkan, tidak hanya untuk berkomunikasi dalam bermain, tetapi juga untuk pemahaman, pengorganisasian, dan pemeranan dalam aturan permainan. Menurut teori surplus energi oleh Sochiler dan Spenser, kegiatan bermain, seperti: berlari, melompat, bergulingan, menjadi ciri khas anak kecil dan anak binatang dengan tujuan yang berbeda. Pada anak manusia dan anak binatang dengan tingkat evolusi tinggi, bermain terjadi akibat energi yang berlebihan, sedang pada anak binatang dengan evolusi rendah (serangga, katak, dan sejenisnya), energi tubuh diman-faatkan untuk mempertahankan hidup.

Pendidikan anak usia dini yang penyelenggaraannya sebelum jenjang pendi-dikan dasar, formal, dan/atau informal (Pasal 28 UU RI Nomor 20 Tahun 2003), tidak kalah pentingnya dengan pendidikan jenjang di atasnya. Pendidikan prasekolah menjadi dasar pendidikan tingkat dasar dan tingkat menengah.

Pendidikan nilai, melalui penanaman nilai-nilai dasar humanis religius secara in-formal memang menjadi kewajiban keluarga dalam bentuk sosialisasi primer, secara umum berlangsung sejak anak lahir hingga masuk TK. Penanaman nilai-nilai luhur yang fungsi-nya mendasari perilaku anak di luar rumah telah dilaksanakan oleh keluarga. Pendidikan nilai di keluarga didasari cinta kasih dan ikatan batin orang tua dengan anaknya. Anak yang fitrahnya suci dalam keluarga merupa-kan amanah Allah Swt kepada orang tuanya. Sebagai khalifah Allah di bumi anak harus cerdas dan berakhlak mulia, karena itu mem-butuhkan pendidikan nilai untuk mengem-bangkan akhlak, iman, keilmuan, dan kete-rampilan sosialnya.

Pendekatan penanaman nilai (inculcati-on approach) dipandang Superka (Elmubarok, 2008, p.5) sebagai pemberian penekanan pada penanaman nilai sosial dalam diri peserta didik, tujuannya diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh peserta didik, berubahnya nilai-nilai peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang tidak diinginkan. Na-mun disadari atau tidak pendekatan penanam-an nilai telah digunakan secara meluas dalam berbagai masyarakat Indonesia, terutama un-tuk penanaman nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya.

Nilai dalam ranah pendidikan mem-bantu peserta didik untuk mengembangkan pribadi yang lebih manusiawi sesuai kodrat manusia, berguna dan berpengaruh dalam ma-syarakatnya, bertanggung jawab dan bersifat proaktif, serta kooperatif. Menurut Driyarkara (1991, p.46) masyarakat membutuhkan pri-badi-pribadi yang handal dalam bidang aka-demis, keterampilan, keahlian, sekaligus me-miliki watak atau keutamaan yang luhur, namun tetap humanis. Kenyataannya masih banyak orang tua memasukan anaknya pada bimbingan belajar, agar kelak menang olim-piade matematika atau fisika, memasukan anaknya pada lembaga olah vocal agar nanti-nya dapat memenangkan Indonesia Idol yang sering digelar di TV swasta. Pendidikan nilai menjadi nomor kesekian, meskipun ada juga orang tua perkotaan yang memasukkan anak-nya pada pondok pesantren, tetapi jumlahnya belum sebanding dengan jumlah orang tua yang lebih mengutamakan keberhasilan anak-nya di bidang akademis, seni, dan keterampil-an fisik yang aktual, bukan pada internalisasi nilai-nilai dasar ke-Islaman.

Menurut Rahman Saleh (Zulkarnain, 2008, p.7) nilai dasar dalam Islam disebut sebagai nilai dasar ubudiyah, moralitas/akhlaqul karimah, dan nilai dasar nizhamiyah/kedisip-linan. Nilai dasar ubudiyah meliputi aktivitas manusia sebagai hamba Allah Swt dan selaku khafilah-Nya di muka bumi, hakikatnya ber-bakti atau mengabdi kepada Allah sekaligus untuk mendapatkan ridha-Nya (QS. Az-Zari-yat: 56), yang artinya: “Dan Aku tidak men-ciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah Aku”.

Nilai dasar moralitas/akhlaqul karimah merupakan inti ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw, yang tidak lain untuk mem-bentuk akhlak manusia menjadi mulia. Rasu-lullah bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya aku diutus tidak lain dalam rangka menyem-purnakan akhlaqul karimah”. Akhlak menda-sari semua perbuatan, aktivitas, kreasi, dan karya manusia. Nilai moralitas di perkotaan sedang bergulat menghadapi nilai baru keluar-ga perkotaan era global.

Sumber : Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Volume 2, Nomor 2, 2014

Silahkan tinggalkan komentar Anda di bawah ini :

0 Komentar